Bersyukur kepada Allah atas musibah yang menimpa. Keadaan inilah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat (mendapatkan) sesuatu yang dia sukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
"Segala puji hanya milik Allaah yang dengan segala nikmatNya segala kebaikan menjadi sempurna."
Dan ketika beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
"Segala puji hanya milik Allaah atas setiap keadaan."
(HR. Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan).
(HR. Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan).
Keadaan inilah tingkatan tertinggi dalam menghadapi musibah yaitu seseorang malah mensyukuri musibah yang menimpa dirinya. Keadaan seperti inilah yang didapati pada hamba Allah yang selalu bersyukur kepada-Nya, dia melihat bahwa dibalik musibah dunia yang menimpanya ada lagi musibah yang lebih besar yaitu musibah agama.
Dan ingatlah musibah agama tentu saja lebih berat daripada musibah dunia karena azab (siksaan) di dunia tentu saja masih lebih ringan dibandingkan siksaan di akhirat nanti. Karena musibah dapat menghapuskan dosa, maka orang semacam ini bersyukur kepada Allah karena dia telah mendapatkan tambahan kebaikan.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
"Tidaklah rasa lelah, rasa sakit (yang terus menerus), kekhawatiran, rasa sedih, bahaya, kesusahan menimpa seorang muslim sampai duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan musibah tersebut." (HR. Bukhari No. 5641).